KESUKSESAN
ADALAH BUAH KESUNGGUHAN
Oleh:
Sugiyanto
(Disajikan
dalam Pembekalan Wisudawan dan Wisudawati STAIN Pnorogo Tahun 2014)
Kehidupan
adalah panggung dan kita adalah lakon (sutradara, pemain sekaligus kru). Allah
dan Malaikat menunjukkan jalan cerita
yang lurus dan harus kita lalui. Alam semesta adalah penonton, property
sekaligus panggung dari sebuah lakon. Sedangkan setan dan iblis adalah tokoh
antagonis yang terus bermanuver mencari titik lemah dalam hidup kita. Semua
pertunjukkan tersebut tidak lepas dari aspek aqidah, syariah dan tasawuf. Dan
sungguh bersyukur kita bahwa Allah adalah Ar rahman dan Ar rahiim, demikian Hag
(2008:10-17). Pernyataan tersebut terinterprestasikan bahwa kehidupan adalah
sesuatu yang harus dilampaui oleh manusia. Setiap perjalanan jelas akan
melewati episode-episode yang penuh dengan nuansa alur cerita (preposisi,
konflek dan ending). Manusia akan terus berusaha mencapai realitas happy ending (kesuksesan).
Pendidikan
adalah sebuah usaha dalam mencapai sebuah kesuksesan. Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina, filosofi demikian
memberikan energy kepada manusia akan pentingnya sebuah pendidikan. Apa yang
dilakukan oleh Muslimah pada anak-anak Laskar Pelangi, Butet Manurung dalam
Sokola Rimba? Anak-anak Belitong dengan segala kesederhanaan mampu meraih
sarjana bahkan menginpirasi orang lain untuk sukses. Anak-anak rimba yang hidup
dalam alam bebas dan nomaden akhirnya satu, dua mungkin ratusan akhirnya dapat
membaca dan tidak ditipu orang. Demikian juga guru-guru kiita yang ada di
Ngrayun, Pupus, Wates, Gajah dan sebaginya terus tergerak dalam mencerdaskan
orang lain. Hasilnya anak-anak miskin itu mampu hidup secara survifel dan
sukses. Masyarakat kita telah memberikan bukti-bukti bahwa mewariskan harta dan
kekayaan kadang hanya seumur jagung
telah musnah. Realitas keberhasilan seseorang yang sukses dari
pendidikan sudah tidak terhitung jumlahnya.
Maaf, mungkin kita salah satu diantaranya.
Menempuh
pendidikan bukanlah hal yang mudah. Data statistic di Indonesia menunjukkan
bahwa jumlah pencari kerja masih di dominasi oleh pendidikan dasar dan
menengah. Dapat dikatakan bahwa jumlah sarjana belum mencapai titik korelasi
yang berimbang dengan jumlah penduduk. Selaras dengan pernyataan tersebut bahwa
mencapai gelar sarjana bukanlah hal yang mudah. Bagi sebagian orang dengan
ketersediaan dana mencapai jenjang kesarjanaan bukanlah hal yang sulit.
Sebaliknya tidak sedikit mahasiswa yang harus bersusah payah dalam
menyelesaikan studinya. Mahasiswa demikian akan melewati masa study dengan
tempaan psikologis yang luar biasa. Keterbatasan biaya membuat mereka harus
pandai berikhtiar untuk beradaptasi dengan dinamika kehidupan kampus dan
perkembangan usia mudanya. Keterbatasan itu membuat tidak adanya berbagai
fasilitas yang harus dimiliki (literature maupun sarana lain). Dapat dikatakan
selain factor pembiayaan mencapai gelar sarjana juga didukung oleh berbagai
kematangan dan kepandaian mengelola psikologis. Bahkan menurut Umar Kayam
proses menempuh pendidikan pada masyarakat Jawa tak lepas dari filosofi “Ngenger”.
Epos
Mahabarata menyajikan sebuah episode Pandowo Ngenger. Diceritakan bahwa dalam
episode ini bagaimana para pandawa mendapatkan pelajaran baik lahir maupun
batin. Berbagai tantangan kehidupan harus dihadapi dengan keikhlasan,
kejujuran, dan kesungguhan. Akhirnya
bekal inilah yang menghantarkan mereka meraih tahta. Masyarakat Jawa -dalam masa tertentu- terdapat dikotomi
Priyayi dan Kelas bawah. Priyayi terdiri atas golongan kerabat keraton,
keturunan ningrat ataupun para pegawai pemerintah. Derajat para priyayi
diapresiasi lebih tinggi. Kepriyayian itu didukung oleh faktor keturunan,
kekayaan dan jabatan.
Dikotomi
demikian membangun sebuah kultur mind set bahwa hanya priyayi yang pantas bersekolah. Para priyayi itu
jelas membutuhkan pembantu untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan keluarga.
Beberapa diantara mereka mengambil anak-anak dari desa ataupun kelas bawah
untuk di sekolahkan. Anak-anak tersebut diistilahkan Ngenger. Selain bersekolah ataupun kuliah secara formal mereka
harus mengerjakan berbagai pekerjaan. Kondisi demikianlah proses pembekalan
ketahanan hati, jiwa dan mental untuk meraih keberhasilan terbangun. Anak-anak
ini menjadi lebih ulet dan tangguh dalam hidup.
Bahkan tidak sedikt mereka lebih sukses dari anak-anak priyayi yang
mereka ikuti. Tradisi inilah yang dulu berkembang. Tidak sedikit orang tua yang
menitipkan anaknya untuk memperoleh pendidikan yang layak. Akhirnya tidak
sedikit diantara anak-anak ini yang berhasil. Dinyatakan bahwa keberhasilan itu
adalah buah dari kemampuan psikolgis mereka untuk tetap mencapai kesetaraan
kehidupan dengan para priyayi. Dalam perkembangannya pola-pola ngenger ini
berkembang dalam berbagai bentuk. Dengan
demikian pendidikan pernyataan bahwa pendidikan bukanlah hal yang mudah
tampaknya telah terstruktur dalam sosio kultural masyrakat.
Demikian
juga, keberhasilan seseorang meraih gelar
sarjana. Tidak sedikit orang mempunyai persepsi salah. Mereka
berpendapat sarjana itu ditempuh empat (4) Tahun cukup, paling molor sepuluh
semester, atau bpleh lebih sedikit. Pendapat demikian jelas dikatakan bagi
mereka yang telah lulus sekolah menengah atas. Bagaimana dengan proses
pendidikan sebelumnya? Padahal proses pendidikan mulai dari tingkat prasekolah,
sekolah dasar dan menengah jelas menyita waktu sekitar tiga belas (13) tahun. Jadi untuk mencapai
gelar sarjana dibutuhkan sekitar tujuh
belas (17) tahun, bahkan tidak jarang lebih. Tentu saja pergulatan waktu,
pikiran dan tenaga dengan dunia pendidikan selama itu akan membuat sarjana
memiliki kepercayaan diri yang lebih. Kepercayaan diri dalam melakoni sebuah
kehidupan.
Al-Kahlil
(2012:149-152) menyatakan berpenampilan
percaya diri akan menghancurkan rasa takut dan sedih. Rasa takut disebabkan
oleh lingkungan eksternal. Rasa takut timbul karena masa depan. Berdasarkan pendapat tersebut rasa takut dimunculkab karena persepsi
individu dalam melihat factor eksternal, padahal pada sisi lain mereka harus
menyiapkan kesuksesan masa depan. Pencapaian kesarjanaan seseorang baik secara
akademis maupun kompetensi telah memberikan bekal cukup untuk merespon kondisi
ekternal yang ada. Berbagai kondisi ektrernal yang memunculkan rasa takut
adalah beberapa persepsi negative. Beberapa persepsi negative tersebut adalah:
(i) lapangan kerja sulit, (ii) banyak sarjana di masyarakat, (iii) bekerja itu
ya jadi pegawai, (iv) fenomena uang sogok, dan sebagaimya. Kondisi ekternal
tersebut membangkitkan beberapa energy negative seperti: apatis, pasrah,
pesimis, ataupun egois. Dimungkinkan menimbulkan stress.
Mashudi
(2013:184) stress dapat memberikan pengaruh positif dan negative. Pengaruh
positif mendorong individu untuk melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran,
dan menghasilkan pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negative tidak percaya diri, penolakan, marah, atau
depresi, yang memunculkan penyakit sakit kepala, perut, insomnia, tekanan darah
tinggi atau stroke. Tentu saja sikap percaya diri seorang sarjana diharapkan
dapat mengelola stress menjadi sebuah
daya dorong untuk menjadi pribadi sukses.
Sentanu
(2008:98 dan 158) menyampaikan bahwa sebuah kesuksesan dengan cara membangun
pikiran positif. Usahakan dalam membangun pikiran positif dengan hati kita. Otot
ikhlas dengan menyerahkan segala harapan kepada Tuhan. Kita merasa bersyukur,
sabar, focus, tenang dan bahagia . Pemikiran ini jelas mengarahkan untuk
bertawakaL. Kemampuan hati membangun keikhlasan dan keyakinan akan mencapai
kesuksesan. Setiap individu mempunyai potensi diri yang berbeda. Setiap
individu mempunyai daya kreatif yang beragam. Namun demikian diharapkan
berpikjak pada sebuah keyakinan. Termasuk didalamnya keyakinan untuk sukses.
Gunawan
(2009:29-42) menyatakan bahwa manusi telah diciptakan untuk sukses. Melalui proses biologis bagaimana sperma
mencapai sel telur, menunjukkan bagaimana kesuksesan mampu terbaca.Orang belum
berhasil (bukan tidak) dengan beberapa alasan berikut. (1) Mereka tidak serius;
(2) Belum menerima tanggung jawab atas kehidupan mereka; (3) Tidak menyadari pentingnya
impian; (4) punya perasaan bersalah dan tidak berharga yang beulat dari diri
mereka; (5) Tidak tahu cara menetapkan tujuan; (6) Takut ditolak dan dikrikit
dan; (7) Mereka takut gagal. Ketujuh kondisi tersebut adalah sebuah Mental
Block pada diri manusia. Mental blok adalah kondisi penghambat mansi untuk
mencampai kesuksesan.
Selain
menghilangkan mental block yang menghambat pada diri seseorang, ada bebera
jalan mencapai sukses. Pertama adalah
impian, setiap individu secara riil harus mempunyai tujuan. Tujuan hidup secara
tertulis lengkap dengan langkah yang dimungkinkan. Dimungkinkan ada beberapa
tujuan hidup yang mesti ditulis. Penulisan tujuan ini jelas berdasarkan pada
kompetensi dan peluang yang dimungkinkan. Seorangb sarjana jelas akan
menuliskan impian ini sangat berbeda dengan orang awam. Penulisan secara logis
dan berfariatif sangat dsarankan. Jangan tunda lakukan sekarang juga. Kedua,
keyakinan akan meraih sukses. Keyakinan dalam hati yang diafirmasai akan
menghasilkan keberhasilan. Sebagaimana energy positif yang terwujud. Mulailah
sekarang tanam keyakinan bahwa kesusesan akan tercapai.
Ketiga
adalah syukur. Syukur setiap saat kita
lesankan dan terus tersugestikan. Kenikmatan Allah kepada kita tiada tara,
dengan bersyukur akan ada kenikmatan lain yang diberikan. Keempat yaitu
pasrah. Keikhlasan kita untuk
memasrahkan diri kepada Allah selaras dengan berbagai usaha akan memberikan
kedamaian. Rasa damai, bahagia dan sukur akan menghasilkan respon demikian pula
dari orang lain. Sebaliknya kesombongan, marah dan suudhon akan mendapatkan
respon demikian juga. Kelima adalah Doa. Energy doa dengan keikhlasan adalah
tenaga terdahsyat memberikan energy sukses. Doa adalah sebuah harapan yang
terus menerus diafirmasi. Karang sekuat
apapun akhirnya akan terkikis juga oleh ombak. Batu keras akan terlubangi oleh
tetes air yang terus mengalir. Demikian juga denga doa.
Berdasarkan
paparan di atas ada beberapa hal yang tersimpulkan. Pencapaian gelar sarjana
adalah sebuah perjalanan panjang dalam hidup. Kompetensi ini merupakjan bekal
dalam mengarungi lakon kehidupan. Rasa ketakutan akan masa depan pada dasarnya
dalah resepsi terhadap realitas. Sorang sarjana diharapkan mampu menyiapkan
diri dalam meraih sebuah kesuksesan. Keyakinan, keikhlasan, keberanian, kemauan
menuliskan tujuan hidup, syukur, dan pasrah serta doa adalah energy dalam
mereih sukses.
SELAMAT
ANDA TELAH MENJADI SARJANA! BERIKAN YANG
TERBAIK UNTUK SEMUA!
Buku SumberAl-Kahlil, Abdud Da’im. 2012.
Dahsyatnya Mukjizat Amal Shalih dan Sikap
Positif. Penerjemah: Abu ‘Uqbah. Inas Media: Klaten
Erbe,
Sentanu. 2007. Quantum Ikhlas. Elex
Media Komputindo: Jakarta
Gunawan, Adi W.2009. Quantum Life
Transformation. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Haq, Zaairul. 2008. Keajaiban Syair Tombo Ati. Nayla Pustaka: Yogyakarta
Herata, Andrea.2008. Laskar Pelangi. Bentang Pustaka:
Yogyakarta
Kayam, Umar.2001. Satrio Piningit. Pengantar: Bambang Bujono. Kedaulatan Rakyat:
Yogyakarta
Manurung, Butet. 2013. Sokola Rimba.Penerbit Kompas: Jakarta
Mashudi, Farid. 2013. Psikologi Konseling. IRCisoD: Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar