Selasa, 25 Oktober 2016

KESUKSESAN ADALAH BUAH KESUNGGUHAN Oleh: Sugiyanto



KESUKSESAN ADALAH BUAH KESUNGGUHAN
Oleh: Sugiyanto
(Disajikan dalam Pembekalan Wisudawan dan Wisudawati STAIN Pnorogo Tahun 2014)

Kehidupan adalah panggung dan kita adalah lakon (sutradara, pemain sekaligus kru). Allah dan Malaikat menunjukkan jalan  cerita yang lurus dan harus kita lalui. Alam semesta adalah penonton, property sekaligus panggung dari sebuah lakon. Sedangkan setan dan iblis adalah tokoh antagonis yang terus bermanuver mencari titik lemah dalam hidup kita. Semua pertunjukkan tersebut tidak lepas dari aspek aqidah, syariah dan tasawuf. Dan sungguh bersyukur kita bahwa Allah adalah Ar rahman dan Ar rahiim, demikian Hag (2008:10-17). Pernyataan tersebut terinterprestasikan bahwa kehidupan adalah sesuatu yang harus dilampaui oleh manusia. Setiap perjalanan jelas akan melewati episode-episode yang penuh dengan nuansa alur cerita (preposisi, konflek dan ending). Manusia akan terus berusaha mencapai realitas happy ending (kesuksesan). 
Pendidikan adalah sebuah usaha dalam mencapai sebuah kesuksesan. Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina, filosofi demikian memberikan energy kepada manusia akan pentingnya sebuah pendidikan. Apa yang dilakukan oleh Muslimah pada anak-anak Laskar Pelangi, Butet Manurung dalam Sokola Rimba? Anak-anak Belitong dengan segala kesederhanaan mampu meraih sarjana bahkan menginpirasi orang lain untuk sukses. Anak-anak rimba yang hidup dalam alam bebas dan nomaden akhirnya satu, dua mungkin ratusan akhirnya dapat membaca dan tidak ditipu orang. Demikian juga guru-guru kiita yang ada di Ngrayun, Pupus, Wates, Gajah dan sebaginya terus tergerak dalam mencerdaskan orang lain. Hasilnya anak-anak miskin itu mampu hidup secara survifel dan sukses. Masyarakat kita telah memberikan bukti-bukti bahwa mewariskan harta dan kekayaan kadang hanya seumur jagung  telah musnah. Realitas keberhasilan seseorang yang sukses dari pendidikan sudah tidak terhitung jumlahnya.  Maaf, mungkin kita salah satu diantaranya.
Menempuh pendidikan bukanlah hal yang mudah. Data statistic di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah pencari kerja masih di dominasi oleh pendidikan dasar dan menengah. Dapat dikatakan bahwa jumlah sarjana belum mencapai titik korelasi yang berimbang dengan jumlah penduduk. Selaras dengan pernyataan tersebut bahwa mencapai gelar sarjana bukanlah hal yang mudah. Bagi sebagian orang dengan ketersediaan dana mencapai jenjang kesarjanaan bukanlah hal yang sulit. Sebaliknya tidak sedikit mahasiswa yang harus bersusah payah dalam menyelesaikan studinya. Mahasiswa demikian akan melewati masa study dengan tempaan psikologis yang luar biasa. Keterbatasan biaya membuat mereka harus pandai berikhtiar untuk beradaptasi dengan dinamika kehidupan kampus dan perkembangan usia mudanya. Keterbatasan itu membuat tidak adanya berbagai fasilitas yang harus dimiliki (literature maupun sarana lain). Dapat dikatakan selain factor pembiayaan mencapai gelar sarjana juga didukung oleh berbagai kematangan dan kepandaian mengelola psikologis. Bahkan menurut Umar Kayam proses menempuh pendidikan pada masyarakat Jawa tak lepas dari filosofi “Ngenger”.
Epos Mahabarata menyajikan sebuah episode Pandowo Ngenger. Diceritakan bahwa dalam episode ini bagaimana para pandawa mendapatkan pelajaran baik lahir maupun batin. Berbagai tantangan kehidupan harus dihadapi dengan keikhlasan, kejujuran, dan kesungguhan.  Akhirnya bekal inilah yang menghantarkan mereka meraih tahta. Masyarakat  Jawa -dalam masa tertentu- terdapat dikotomi Priyayi dan Kelas bawah. Priyayi terdiri atas golongan kerabat keraton, keturunan ningrat ataupun para pegawai pemerintah. Derajat para priyayi diapresiasi lebih tinggi. Kepriyayian itu didukung oleh faktor keturunan, kekayaan dan jabatan.
Dikotomi demikian membangun sebuah kultur mind set bahwa hanya priyayi  yang pantas bersekolah. Para priyayi itu jelas membutuhkan pembantu untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan keluarga. Beberapa diantara mereka mengambil anak-anak dari desa ataupun kelas bawah untuk di sekolahkan. Anak-anak tersebut diistilahkan Ngenger. Selain bersekolah ataupun kuliah secara formal mereka harus mengerjakan berbagai pekerjaan. Kondisi demikianlah proses pembekalan ketahanan hati, jiwa dan mental untuk meraih keberhasilan terbangun. Anak-anak ini menjadi lebih ulet dan tangguh dalam hidup.  Bahkan tidak sedikt mereka lebih sukses dari anak-anak priyayi yang mereka ikuti. Tradisi inilah yang dulu berkembang. Tidak sedikit orang tua yang menitipkan anaknya untuk memperoleh pendidikan yang layak. Akhirnya tidak sedikit diantara anak-anak ini yang berhasil. Dinyatakan bahwa keberhasilan itu adalah buah dari kemampuan psikolgis mereka untuk tetap mencapai kesetaraan kehidupan dengan para priyayi. Dalam perkembangannya pola-pola ngenger ini berkembang dalam berbagai bentuk.  Dengan demikian pendidikan pernyataan bahwa pendidikan bukanlah hal yang mudah tampaknya telah terstruktur dalam sosio kultural  masyrakat.
Demikian juga, keberhasilan seseorang meraih gelar  sarjana. Tidak sedikit orang mempunyai persepsi salah. Mereka berpendapat sarjana itu ditempuh empat (4) Tahun cukup, paling molor sepuluh semester, atau bpleh lebih sedikit. Pendapat demikian jelas dikatakan bagi mereka yang telah lulus sekolah menengah atas. Bagaimana dengan proses pendidikan sebelumnya? Padahal proses pendidikan mulai dari tingkat prasekolah, sekolah dasar dan menengah jelas menyita waktu sekitar  tiga belas (13) tahun. Jadi untuk mencapai gelar sarjana dibutuhkan sekitar  tujuh belas (17) tahun, bahkan tidak jarang lebih. Tentu saja pergulatan waktu, pikiran dan tenaga dengan dunia pendidikan selama itu akan membuat sarjana memiliki kepercayaan diri yang lebih. Kepercayaan diri dalam melakoni sebuah kehidupan.
Al-Kahlil (2012:149-152) menyatakan  berpenampilan percaya diri akan menghancurkan rasa takut dan sedih. Rasa takut disebabkan oleh lingkungan eksternal. Rasa takut timbul karena masa depan.  Berdasarkan pendapat tersebut  rasa takut dimunculkab karena persepsi individu dalam melihat factor eksternal, padahal pada sisi lain mereka harus menyiapkan kesuksesan masa depan. Pencapaian kesarjanaan seseorang baik secara akademis maupun kompetensi telah memberikan bekal cukup untuk merespon kondisi ekternal yang ada. Berbagai kondisi ektrernal yang memunculkan rasa takut adalah beberapa persepsi negative. Beberapa persepsi negative tersebut adalah: (i) lapangan kerja sulit, (ii) banyak sarjana di masyarakat, (iii) bekerja itu ya jadi pegawai, (iv) fenomena uang sogok, dan sebagaimya. Kondisi ekternal tersebut membangkitkan beberapa energy negative seperti: apatis, pasrah, pesimis, ataupun egois. Dimungkinkan menimbulkan stress.
Mashudi (2013:184) stress dapat memberikan pengaruh positif dan negative. Pengaruh positif mendorong individu untuk melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran, dan menghasilkan pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negative  tidak percaya diri, penolakan, marah, atau depresi, yang memunculkan penyakit sakit kepala, perut, insomnia, tekanan darah tinggi atau stroke. Tentu saja sikap percaya diri seorang sarjana diharapkan dapat mengelola stress  menjadi sebuah daya dorong untuk menjadi pribadi sukses.
Sentanu (2008:98 dan 158) menyampaikan bahwa sebuah kesuksesan dengan cara membangun pikiran positif. Usahakan dalam membangun pikiran positif dengan hati kita. Otot ikhlas dengan menyerahkan segala harapan kepada Tuhan. Kita merasa bersyukur, sabar, focus, tenang dan bahagia . Pemikiran ini jelas mengarahkan untuk bertawakaL. Kemampuan hati membangun keikhlasan dan keyakinan akan mencapai kesuksesan. Setiap individu mempunyai potensi diri yang berbeda. Setiap individu mempunyai daya kreatif yang beragam. Namun demikian diharapkan berpikjak pada sebuah keyakinan. Termasuk didalamnya keyakinan untuk sukses.
Gunawan (2009:29-42) menyatakan bahwa manusi telah diciptakan untuk sukses.  Melalui proses biologis bagaimana sperma mencapai sel telur, menunjukkan bagaimana kesuksesan mampu terbaca.Orang belum berhasil (bukan tidak) dengan beberapa alasan berikut. (1) Mereka tidak serius; (2) Belum menerima tanggung jawab atas kehidupan mereka; (3) Tidak menyadari pentingnya impian; (4) punya perasaan bersalah dan tidak berharga yang beulat dari diri mereka; (5) Tidak tahu cara menetapkan tujuan; (6) Takut ditolak dan dikrikit dan; (7) Mereka takut gagal. Ketujuh kondisi tersebut adalah sebuah Mental Block pada diri manusia. Mental blok adalah kondisi penghambat mansi untuk mencampai kesuksesan.
Selain menghilangkan mental block yang menghambat pada diri seseorang, ada bebera jalan mencapai sukses.  Pertama adalah impian, setiap individu secara riil harus mempunyai tujuan. Tujuan hidup secara tertulis lengkap dengan langkah yang dimungkinkan. Dimungkinkan ada beberapa tujuan hidup yang mesti ditulis. Penulisan tujuan ini jelas berdasarkan pada kompetensi dan peluang yang dimungkinkan. Seorangb sarjana jelas akan menuliskan impian ini sangat berbeda dengan orang awam. Penulisan secara logis dan berfariatif sangat dsarankan. Jangan tunda lakukan sekarang juga. Kedua, keyakinan akan meraih sukses. Keyakinan dalam hati yang diafirmasai akan menghasilkan keberhasilan. Sebagaimana energy positif yang terwujud. Mulailah sekarang tanam keyakinan bahwa kesusesan akan tercapai.
Ketiga adalah syukur. Syukur  setiap saat kita lesankan dan terus tersugestikan. Kenikmatan Allah kepada kita tiada tara, dengan bersyukur akan ada kenikmatan lain yang diberikan.  Keempat yaitu  pasrah.  Keikhlasan kita untuk memasrahkan diri kepada Allah selaras dengan berbagai usaha akan memberikan kedamaian. Rasa damai, bahagia dan sukur akan menghasilkan respon demikian pula dari orang lain. Sebaliknya kesombongan, marah dan suudhon akan mendapatkan respon demikian juga. Kelima adalah Doa. Energy doa dengan keikhlasan adalah tenaga terdahsyat memberikan energy sukses. Doa adalah sebuah harapan yang terus menerus  diafirmasi. Karang sekuat apapun akhirnya akan terkikis juga oleh ombak. Batu keras akan terlubangi oleh tetes air yang terus mengalir. Demikian juga denga doa.
Berdasarkan paparan di atas ada beberapa hal yang tersimpulkan. Pencapaian gelar sarjana adalah sebuah perjalanan panjang dalam hidup. Kompetensi ini merupakjan bekal dalam mengarungi lakon kehidupan. Rasa ketakutan akan masa depan pada dasarnya dalah resepsi terhadap realitas. Sorang sarjana diharapkan mampu menyiapkan diri dalam meraih sebuah kesuksesan. Keyakinan, keikhlasan, keberanian, kemauan menuliskan tujuan hidup, syukur, dan pasrah serta doa adalah energy dalam mereih sukses.
SELAMAT ANDA TELAH MENJADI SARJANA!  BERIKAN YANG TERBAIK UNTUK SEMUA!
Buku SumberAl-Kahlil, Abdud Da’im. 2012. Dahsyatnya Mukjizat Amal Shalih dan Sikap Positif.  Penerjemah:   Abu ‘Uqbah. Inas Media: Klaten
Erbe, Sentanu. 2007. Quantum Ikhlas. Elex Media Komputindo: Jakarta
Gunawan, Adi W.2009. Quantum Life Transformation. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Haq, Zaairul. 2008. Keajaiban Syair Tombo Ati. Nayla Pustaka: Yogyakarta
Herata, Andrea.2008. Laskar Pelangi. Bentang Pustaka: Yogyakarta
Kayam, Umar.2001. Satrio Piningit. Pengantar: Bambang Bujono. Kedaulatan Rakyat: Yogyakarta
Manurung, Butet. 2013. Sokola Rimba.Penerbit Kompas: Jakarta
Mashudi, Farid. 2013. Psikologi Konseling. IRCisoD: Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar