Kamis, 10 Mei 2018

Mendidik dengan Cinta Oleh: Sugiyanto

 Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2018. Selamat pada guru-guru yang telah mengantarkan murid-murid menempuh Ujian Nasional. Salam hormat pada para sahabat -guru hebat- yang telah menghantarkan mereka menatap masa depannya. Salam bahagia pada guru-guru yang meneteskan airmata, menuntun, bahkan menggendong muridnya untuk meraih cita-cita. Guru-guru yang  menancapkan harkat  dan martabat profesi untuk memangkas kemiskinan lewat pendidikan. Selamat pada para guru pendaki yang telah membimbing anak-anak negeri berani meraih mimpi. Selamat para guru sekolah-sekolah pinggir yang telah mengasah permata-permata keluarga sederhana menjadi bermakna. Berkat guru juga anak-anak yang terpenggirkan secara ekonomis, geografis, dan perkembangan budaya dapat menjadi penopang keluarga, masyarakat bahkan negara. Semua terlaksana karena telah mendidik dengan cinta.
Mendidik pada dasarnya membekali kepribadian pada setiap murid. Secara riil pembekalan tersebut diantaranya adalah perihal nilai keimanan,  nilai sosial dan nilai budaya. Nilai-nilai itulah yang dapat digunakan oleh setiap individu untuk  menjalani kehidupan.  Proses mendidik  pada dunia pendidikan formal dilakukan antara guru dengan murid. Diharapkan proses itu dapat berlangsung secara alamiah. Kedua belah pihak dapat memerankan perannya dengan optimal. Hubungan guru dan murid yang begitu harmonis.  Hubungan yang dibangun dengan kata cinta.
 Mengapa dengan cinta? Cinta  menurut Erich Proman adalah sesuatu yang dapat memecahkan tembok pemisah antar individu. Menurutnya ada empat unsur di dalam konsep cinta, yaitu care (perhatian), responbility (tanggung jawab),  respect (hormat), dan knowledge (pengetahuan). Cinta sebagaimana  hal di atas akan mengarahkan perilaku setiap individu. Munculnya perhatian, tanggung jawab, rasa hormat dan pengetahuan  karena  cinta. Bahkan dapat dikatakan kata cinta bisa mengubah karakter manusia.  Alangkah indahnya ketika mendidik dengan cinta
Pada sisi lain perwujudan kata ini telah menjadi monumen besar para pelakunya.Munculnya nama Ki Hajar Dewantara karena rasa cintanya pada pendidikan di Indonesia. Rasa cinta beliau pada semangat mengentas kebodohan anak negeri. Rasa cinta para pejuang pada negaranya memonumenkan sederet pahlawan bangsa. Hal tersebut semakin panjang jika dikaitkan dengan berbagai epos besar seperti ramayana, tajmahal, candi prambanan, serta terjadinya kota banyuwangi.  Dan tentu saja bukan kebetulan karya-karya sastra besar dalam berbagai genrenya menyajikan makna kata cinta. Tak asing lagi bahwa musisi-musisi besar menggubah karya berfilosofi pada cinta.  Dengan demikian setiap individu jelas tidak terlepas dari kata cinta.
Sebagaimana disampaikan Sigmun Frued bahwa pada diri manusia terdapat tiga unsur (id, ego dan super ego). Pada dasarnya ketiga unsur memerlukan adanya cinta. Id sebagaimana dipahami memaknai cinta sebagai libido. Pada kondisi demikian setiap manusia memerlukan cinta secara biologis. Ego menuntut kasih sayang dari lingkungan keluarga ataupun sosial yang lain. Super ego menunjukkan bahwa setiap individu terus mencari kenikmatan cinta Allah. Ketercukupan kebutuhan cinta itulah salah satu keharmonisan perilaku hidup. Mendidik dengan cinta pada dasarnya mencukupi kebutuhan ego akan cinta. Sebaliknya, mendidik tanpa cinta akan mematahkan kebutuhan hakiki individu.
Ada beberapa  kontens yang dapat dikatkan dengan mendidik dengan cinta. Pertama, cinta guru pada profesinya. Setiap guru diwajibkan dapat mencintai tuntutan yang diwajibkan atas profesi.  Nilai –nilai ketulusan dalam mendidik murid. Bekerja dengan menunjukkan contoh nilai kejujuran. Guru yang bekerja penuh tanggung jawab, dalam arti dapat mempertanggung jawabkan kewajiban atas tugas guru. Guru-guru yang terus meng-update perkembangan pendidikan. Dan guru yang terus mau belajar tentang pengetahuan.  Guru demikian menginpirasi muridnya akan sebuah tugas mulia.
Kedua, guru yang mendesain pembelajarannya dengan cinta. Perwujudan dari cinta ini adalah tingginya perhatian guru pada murid. Guru memperhatikan cara berpakaian, memotong rambut, menghias diri, cara berbicara bahkan cara makan murid dan membenarkan jika salah. Guru menegur siswa ketika melanggar tata tertib. Guru mendisiplinkan siswa. Guru selalu menjaga sifat sopan dan santun siswa. Guru yang memahami latar belakang keluarga murid. Guru yang mampu membaca catatan harian murid. Guru yang mampu menunjukkan arah hidup murid. Guru berkata dengan santun. Guru yang selalu membangun empati pada muridnya. Bukan guru yang serba membiarkan dan sebatas mengajar.
Guru bertanggung  jawab atas apa yang dididikkan pada muridnya. Kebenaran atau kesalahan dalam mendidik di sekolah merupakan tanggung jawab guru. Bimbingan akan study lanjut siswa termasuk tanggung jawab guru. Demikian juga, kepedulian guru untuk merespon segala keluhan siswa. Tanggung jawab ini akan memunculkan cinta murid pada guru. Membiarkan murid melakukan kesalahan berarti melepas tanggung jawab.
Rasa hormat guru pada murid termasuk perwujudan mendidik dengan cinta. Rasa hormat itu diwujudkan ketika menerima pendapat murid. Rasa hormat bisa ditunjukkan denga penggunaan bahasa yang santun. Tidak mudah dan cepat menyatakan respon negatif terhadap benar dan salah perilaku muridmurid. Gesture tubuh guru yang jaim dan acuh tidak membangun rasa cinta. Membangun pembelajaran demokratis termasuk membangun rasa hormat akan pendapat murid.
Berikutnya kemauan guru untuk belajar menunjukkan makna cinta dalam mendidik. Ada tanggung jawab secara moral ketika rasa malas, tidak kreatif, suka mengeluh dan apatis terus diberikan pada murid. Ajakan guru untuk menjadikan murid menjadi pembelajar sejati adalah perwujudan cinta.  Guru yang berpengetahuan luas adalah guru yang mencintai dan dicintai murid.
Akhirnya hasil mendidik dengan cinta akan dipetik oleh guru dan murid. Guru mampu mengatasi berbagai keterbatasan dan hambatan. Keterbatasan sarana pembelajran, jarak tempuh rumah dengan sekolah, sulitnya letak geografis, rasa malas dengan beban tugas, keterbatasan penghasilan akan tertepis oleh energy cinta. Guru yang mampu membangun mercusuar makna pendidikan. Berkat Energy Hati guru terus mengabdi. Murid menjadi rajin beribadah, sopan dan santun, jujur,  murid yang mandiri, berani bersaing, dan optimis menatap kehidupan.  Selamat Hari Pendidikan Nasional.

                                                                       *Penulis mengabdi di SMAN 1 Badegan Ponorogo