Selamat Hari
Pendidikan Nasional 2 Mei 2018. Selamat pada guru-guru yang telah mengantarkan murid-murid
menempuh Ujian Nasional. Salam hormat pada para sahabat -guru hebat- yang telah
menghantarkan mereka menatap masa depannya. Salam bahagia pada guru-guru yang
meneteskan airmata, menuntun, bahkan menggendong muridnya untuk meraih
cita-cita. Guru-guru yang menancapkan
harkat dan martabat profesi untuk
memangkas kemiskinan lewat pendidikan. Selamat pada para guru pendaki yang
telah membimbing anak-anak negeri berani meraih mimpi. Selamat para guru
sekolah-sekolah pinggir yang telah mengasah permata-permata keluarga sederhana
menjadi bermakna. Berkat guru juga anak-anak yang terpenggirkan secara
ekonomis, geografis, dan perkembangan budaya dapat menjadi penopang keluarga,
masyarakat bahkan negara. Semua terlaksana karena telah mendidik dengan cinta.
Mendidik pada dasarnya membekali kepribadian pada
setiap murid. Secara riil pembekalan tersebut diantaranya adalah perihal nilai
keimanan, nilai sosial dan nilai budaya.
Nilai-nilai itulah yang dapat digunakan oleh setiap individu untuk menjalani kehidupan. Proses mendidik pada dunia pendidikan formal dilakukan antara
guru dengan murid. Diharapkan proses itu dapat berlangsung secara alamiah.
Kedua belah pihak dapat memerankan perannya dengan optimal. Hubungan guru dan murid
yang begitu harmonis. Hubungan yang
dibangun dengan kata cinta.
Mengapa
dengan cinta? Cinta menurut Erich Proman
adalah sesuatu yang dapat memecahkan tembok pemisah antar individu. Menurutnya
ada empat unsur di dalam konsep cinta, yaitu care (perhatian), responbility
(tanggung jawab), respect (hormat), dan knowledge
(pengetahuan). Cinta sebagaimana hal di
atas akan mengarahkan perilaku setiap individu. Munculnya perhatian, tanggung
jawab, rasa hormat dan pengetahuan
karena cinta. Bahkan dapat
dikatakan kata cinta bisa mengubah karakter manusia. Alangkah indahnya ketika mendidik dengan cinta
Pada sisi lain perwujudan kata ini telah menjadi monumen
besar para pelakunya.Munculnya nama Ki Hajar Dewantara karena rasa cintanya
pada pendidikan di Indonesia. Rasa cinta beliau pada semangat mengentas
kebodohan anak negeri. Rasa cinta para pejuang pada negaranya memonumenkan
sederet pahlawan bangsa. Hal tersebut semakin panjang jika dikaitkan dengan
berbagai epos besar seperti ramayana, tajmahal, candi prambanan, serta
terjadinya kota banyuwangi. Dan tentu
saja bukan kebetulan karya-karya sastra besar dalam berbagai genrenya
menyajikan makna kata cinta. Tak asing lagi bahwa musisi-musisi besar menggubah
karya berfilosofi pada cinta. Dengan
demikian setiap individu jelas tidak terlepas dari kata cinta.
Sebagaimana disampaikan Sigmun Frued bahwa pada diri
manusia terdapat tiga unsur (id, ego dan super ego). Pada dasarnya ketiga unsur memerlukan adanya cinta. Id sebagaimana dipahami memaknai cinta
sebagai libido. Pada kondisi demikian setiap manusia memerlukan cinta secara
biologis. Ego menuntut kasih sayang
dari lingkungan keluarga ataupun sosial yang lain. Super ego menunjukkan bahwa
setiap individu terus mencari kenikmatan cinta Allah. Ketercukupan kebutuhan
cinta itulah salah satu keharmonisan perilaku hidup. Mendidik dengan cinta pada
dasarnya mencukupi kebutuhan ego akan
cinta. Sebaliknya, mendidik tanpa cinta akan mematahkan kebutuhan hakiki
individu.
Ada beberapa kontens
yang dapat dikatkan dengan mendidik dengan cinta. Pertama, cinta guru pada
profesinya. Setiap guru diwajibkan dapat mencintai tuntutan yang diwajibkan
atas profesi. Nilai –nilai ketulusan
dalam mendidik murid. Bekerja dengan menunjukkan contoh nilai kejujuran. Guru
yang bekerja penuh tanggung jawab, dalam arti dapat mempertanggung jawabkan
kewajiban atas tugas guru. Guru-guru yang terus meng-update perkembangan pendidikan. Dan guru yang terus mau belajar
tentang pengetahuan. Guru demikian
menginpirasi muridnya akan sebuah tugas mulia.
Kedua, guru yang mendesain pembelajarannya dengan cinta.
Perwujudan dari cinta ini adalah tingginya perhatian guru pada murid. Guru memperhatikan
cara berpakaian, memotong rambut, menghias diri, cara berbicara bahkan cara
makan murid dan membenarkan jika salah. Guru menegur siswa ketika melanggar
tata tertib. Guru mendisiplinkan siswa. Guru selalu menjaga sifat sopan dan
santun siswa. Guru yang memahami latar belakang keluarga murid. Guru yang mampu
membaca catatan harian murid. Guru yang mampu menunjukkan arah hidup murid.
Guru berkata dengan santun. Guru yang selalu membangun empati pada muridnya. Bukan
guru yang serba membiarkan dan sebatas mengajar.
Guru bertanggung
jawab atas apa yang dididikkan pada muridnya. Kebenaran atau kesalahan
dalam mendidik di sekolah merupakan tanggung jawab guru. Bimbingan akan study
lanjut siswa termasuk tanggung jawab guru. Demikian juga, kepedulian guru untuk
merespon segala keluhan siswa. Tanggung jawab ini akan memunculkan cinta murid
pada guru. Membiarkan murid melakukan kesalahan berarti melepas tanggung jawab.
Rasa hormat guru pada murid termasuk perwujudan
mendidik dengan cinta. Rasa hormat itu diwujudkan ketika menerima pendapat
murid. Rasa hormat bisa ditunjukkan denga penggunaan bahasa yang santun. Tidak
mudah dan cepat menyatakan respon negatif terhadap benar dan salah perilaku
muridmurid. Gesture tubuh guru yang jaim dan acuh tidak membangun rasa cinta.
Membangun pembelajaran demokratis termasuk membangun rasa hormat akan pendapat
murid.
Berikutnya kemauan guru untuk belajar menunjukkan
makna cinta dalam mendidik. Ada tanggung jawab secara moral ketika rasa malas,
tidak kreatif, suka mengeluh dan apatis terus diberikan pada murid. Ajakan guru
untuk menjadikan murid menjadi pembelajar sejati adalah perwujudan cinta. Guru yang berpengetahuan luas adalah guru
yang mencintai dan dicintai murid.
Akhirnya hasil mendidik dengan cinta akan dipetik
oleh guru dan murid. Guru mampu mengatasi berbagai keterbatasan dan hambatan.
Keterbatasan sarana pembelajran, jarak tempuh rumah dengan sekolah, sulitnya
letak geografis, rasa malas dengan beban tugas, keterbatasan penghasilan akan
tertepis oleh energy cinta. Guru yang mampu membangun mercusuar makna
pendidikan. Berkat Energy Hati guru terus mengabdi. Murid menjadi rajin
beribadah, sopan dan santun, jujur, murid
yang mandiri, berani bersaing, dan optimis menatap kehidupan. Selamat Hari Pendidikan Nasional.
*Penulis mengabdi di SMAN 1 Badegan Ponorogo